Seorang teman pernah mengatakan : dalam sebuah Perkawinan (sebaiknya) perlu cara pandang dan berpikir seperti filosofinya Madilog (Materialisme,Dialektika,dan Logika ;Buku Tan Malaka).Madilog adalah sebuah karya besar dari salah satu bapak bangsa yaitu Ibrahim Tan Malaka. Di luar silang pendapat terkait keterlibatannya dengan PKI masyarakat Indonesia perlu mengapresiasi namanya karena Tan Malaka lah yang pertama kali merumuskan konsep NKRI dalam bukunya Naar de Republiek dan karyanya yang paling fenomenal yaitu madilog.Madilog adalah buku yang ditulis dalam persembunyiannya dari kejaran tentara Jepang di Cililitan. Buku ini ditulis selama kurang lebih 3 jam per hari dan memakan waktu 8 bulan. Inti dari buku ini adalah menguraikan masalah Materalisme, dialektika, dan logika.
hmmm apa pula ini,,permasalahan perkawinanan dihubung2kan dengan filsafat tan malaka?
Teman tsb mulai menjabarkan: Pada dasarnya madilog bukanlah pandangan hidup tetapi lebih kepada cara berpikir yang menurut Tan Malaka harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Pertama adalah Materealisme ketika berbicara mengenai materealisme maka tokoh yang terkenal adalah Karl Marx dan sahabatnya Friedrich Engels. Filsafat materealisme sendiri berangkat dari keyakinan bahwa materi adalah sesuatu yang "mutlak" sebagai dasar terakhir alam semesta. Dalam hal ini Marx dan Engels menempatkan alam semesta sebagai sebuah materi.
Kemudian adalah Dialektika, pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan kemudian dikembangkan oleh Hegel dengan tesisnya, bahwa segala sesuatu pasti terus berubah dan Hegel menempatkan perubahan alam semesta sebagai pengaruh dari alam ide. Inilah yang membedakan filsafat dialektika Hegel dengan Marx. Marx dengan tesis dialektika yang sama menempatkan bahwa perubahan di alam semestalah yang menyebabkan perubahan pada alam ide karena alam semesta adalah materi dan alam pikiran atau semua hal harus “tunduk” dibawah materiaisme.
Sedangkan Tan Malaka sendiri mengambil filsafat dialektika yang dikembangkan oleh Karl marx dan Engels. sehingga dia berpendapat bahwa dirinya menjadi seorang Marxis bukan karena dia mempelajari Marxisme tetapi karena kondisi masyarakat saat itu yang menghendaki dia menjadi seorang Marxis.
Prinsip dari Dialektika adalah perubahan, air adalah air dan bukan uap tetapi dengan kondisi tertentu maka air dapat menjadi uap
Logika pada tesis marx dan Engels yang terakhir adalah historis (Materealisme, Dialektika, Historis) maka Tan Malaka mengambil Logika sebagai jembatan terakhirnya, bukan Historis. Hal ini disebabkan tesis historis sendiri menurut banyak pihak termasuk Tan Malaka menyalahi aturan dialektika.
Dalam tesis Historis Marx fase pada masyarakat adalah seperti ini komunis primitif, masyarakat hamba sahaya, masyarakat feodal, masyarakat kapitalis, dan masyarakat sosialis. Dan menurut Marx masyarakat sosialis pasti akan menuju masyarakat komunis seiring dengan hilangnya perbedaan dan kelas-kelas di dalam masyarakat.Dan kritik dari tesis ini adalah berhentinya masyarakat pada fase komunis. Sehingga ini lah yang menyalahi tesis dialektika di mana materi harus berkembang. Oleh karena itu Tan Malaka menempatkan logika di jembatan terakhir.
Makna Logika adalah dia mengajak masyarakat Indonesia untuk berfikir logis yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya atau menempatkan sifat-sifat materi berdasarkan prinsip identitas benda tersebut bukan pada prinsip kontradiksi. Bahwa benda A tidak mungkin sama dengan benda yang bukan A. artinya ketika kita berbicara mengenai benda A maka harus berpegang pada benda A tersebut.
Lalu apa hubungannya dengan perkawinan dan masalah Rumah Tangga? Bukankah ini terlalu berat dihubungkan pada kasus perkawinan? Saya berpikir:sepertinya teman saya ini sudah gila (berpikir) apa terobsesi pada buku2 kiri heheh. Tapi dia kembali menjelaskan dengan lincahnya: Loh Kenapa tidak ada hubungan? Kebanyakan permasalahan Perkawinan dan rumah tangga tidak jauh dari materialisme sebagai kebutuhan yang mutlak dan keinginan perubahan strata kehidupan seperti dialektika? dan Logika para suami/pria selalu tidak dimengerti istri/wanita yang lebih peka dan diperbudak perasaan.
Kemudian teman tsb berlalu sambil tersenyum, seolah2 apa yang dikatakannya adalah benar dan seolah merasa hebat memaparkan sebuah ideologi yang berkorelasi pada permasalahan perkawinan.
Sambil berjalan meninggalkan saya dia berkata "Inti dari madilog sendiri adalah mengeluarkan manusia pada penghambaan dan hal-hal yang berbau dogmatis mutlak. sehingga Tan Malaka menulis di pengantar-Madilognya “Kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang minimum sudah mendapatkan latihan otak, berhati lapang, dan seksama serta akhirnya berkemauan keras untuk memahaminya.”
Dalam hati saya bergumam : Tan Malaka saja boro-boro memikirkan perkawinan,selama hidupnya sibuk berlarian dan menyamar heheheh,,, dan teman saya tak memberikan contoh aktual tentang teori diatas,,,mungkin nanti kalau ketemu saya akan tanya lagi.
uhhh,,,jadi penasaran mau baca "Madilog - Tan Malaka"....
logika materi: perkawinan adalah simbiosis mutualisme, sebuah proses penyeimbangan take n give, kalau proses ini berhenti, tamatlah perkawinan
BalasHapusheheh thx anonim komentarnya,,apakah anda teman yg diceritakan diatas? heheh
BalasHapusMadilog dalam perkawinan itu hanya sebatas wacana saja.. Karena Tan sendiri tidak pernah kawin.. Termasuk teman anonim diatas kalau tidak salah tebak mungkin pernah gagal dalam perkawinannya..
BalasHapusBarangkali antara suami-istri tidak menggunakan pola pikir Madilog tadi?
Atau, barangkali, kalau Tan sempat melakukan pernikahan (perkawinan), mungkin konsep madilognya ini mengalami perubahan...